Koordinator Kelompok Ahli BNN RI Komjen Pol (Purn) Drs. Ahwil Luthan, S.H., MNA., M.M. hadir secara virtual dalam program lunch talk berita satu Televisi untuk memberikan penjelasan terkait permasalahan tersebut. Selain purnawirawan jendral polisi tersebut hadir pula secara virtual guru besar FK UI Prof. dr. Frans D. Suyatna, Ph.D, Sp.FK. Senin (31/8/20)
Dalam program wawancara berdurasi 45 menit tersebut Ahwil Luthan menekankan bahwa terkait dengan ganja secara jelas Undang-Undang melarang karena merupakan jenis narkotika golongan satu. Hal itu didasarkan pada single convention on narcotic drugs tahun 1961 yang ditandatangani bersama oleh bangsa-bangsa di dunia.
Menurutnya langkah Kementan tersebut kurang tepat, karena terkait dengan pengaturan obat termasuk di dalamnya tanaman obat maka izinnya berada pada Kementerian Kesehatan.
“Di undang-undang yang bertanggungjawab terkait penelitian tentang obat-obatan ada di bawah kementerian kesehatan,” ungkapnya.
Larangan terkait ganja secara tegas disampaikan pria yang pernah menjabat sebagai Kepala BNN RI tersebut.
“Ganja itu baik akar, daun, biji, bahkan yang sudah diekstrak tetap tidak diperbolehkan,” sambungnya.
Memperkuat apa yang disampaikan oleh Ahwil Luthan, Guru Besar FK UI Frans D. Suyatna menyampaikan bahwa kalaupun ada manfaat yang bisa didapatkan dari ganja untuk dijadikan obat untuk apa dipilih sementara ada jenis obat lainnya dengan fungsi yang sama.
“Ganja sebagai obat hanya bersifat simtomatik (Obat simptomatik adalah obat untuk meredakan gejala umum dari suatu penyakit, seperti sakit kepala, demam, mual-muntah, diare, ataupun nyeri. Red) bukan bersifat menyembuhkan, jadi lebih pada keingingan untuk menikmati euforia, halusinasi, yang disebut psikoaktif yang pada akhirnya mempengaruhi kejiwaan,” ujar dr. Frans. (LEP)
Sumber : Biro Humas dan Protokol BNN RI