ABSTRAK
Pidana adalah tindakan yang melawan hukum, yang dapat dibagi menjadi kategori pidana umum dan pidana sejati. Kedua jenis tindak pidana tersebut memiliki proses pendekatan, penanganan, dan penyelesaian yang berbeda. Pada tindak pidana yang berupa tindak pidana umum proses penyelesaian tindak pidana dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan komunikasi untuk menuju proses penyelesaian masalah melalui penyelesaian keadilan restoratif yang diatur oleh Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia (PERKAPOLRI) Nomor 6 Tahun 2019. Namun, terdapat beberapa batasan syarat materiil dan formil yang harus dipenuhi di dalam proses penyelesaian tersebut, yang salah satunya adalah tindak pidana yang dilakukan tidak boleh merupakan tindak pidana yang menimbulkan keresahan khalayak umum. Selain itu, kasus yang sedang bergulir hanya pada taraf penyelidikan dan jika sudah masuk ke dalam penyidikan maka pihak penyidik belum mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Penuntut Umum.
Gambar 1. Proses komunikasi untuk mencapai mufakat pada penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU)
Manusia, disebut sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa di dalam kehidupan manusia sehari-hari pasti membutuhkan interaksi antara satu orang dengan orang lainnya. Prinsip makhluk sosial menegaskan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan membutuhkan orang lain di sepanjang kehidupannya. Salah satu hal yang dibahas di dalam penulisan essay ini adalah di dalam ranah bekerja sama antara satu individu dengan individu lainnya atau bahkan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Seringkali di dalam proses kerjasama tersebut terdapat kesalahpahaman di dalam penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang mana dapat menimbulkan tindak pidana umum.
Tindak pidana adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang, badan usaha, atau siapapun yang bersifat merugikan orang lain yang berupa tindak pidana umum Di dalam proses bekerja sama terkadang dapat menimbulkan kesalahpahaman yang dapat berujung ke dalam tindak pidana, namun tindak pidana yang disebutkan di sini adalah tindak pidana umum. Di dalam kasus tindak pidana umum dapat diselesaikan melalui media komunikasi antara pihak penggugat dan tergugat, sementara itu jika tindak pidana yang sejati tidak dapat diselesaikan melalui media komunikasi antara pihak penggugat dan tergugat.
Tindak pidana yang dapat berhubungan dengan tindak pidana umum adalah penipuan yang sering ditemui di dalam kehidupan sehari-hari dan dapat ditemukan di dalam media elektronik maupun media cetak. Disebut sering ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari karena berhubungan dengan kehidupan fundamental manusia di dalam mencari nafkah. Jika terjadi tindak pidana tersebut, media komunikasi dapat digunakan sebagai media utama di dalam proses penyelesaian sekalipun kasus tersebut sudah ada di kantor polisi, namun tentunya dengan beberapa syarat.
Kepala Polisi Republik Indonesia melalui Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (PERKAPOLRI) Nomor 6 Tahun 2019 yang merupakan pengganti PERKAPOLRI Nomor 14 Tahun 2012. PERKAPOLRI yang baru mengatur bahwa tindakan pidana yang terjadi dapat diselesaikan tanpa harus sampai ke jenjang persidangan, melainkan dengan cara komunikasi sehingga mendukung diselesaikannya dengan cara restoratif keadilan. Prinsip keadilan restoratif diuraikan agar setiap apparat penegak hukum, korban, maupun pelaku kejahatan mengupayakan damai terlebih dahulu menyelesaikan suatu masalah perkara hukum pidana dan proses tersebut melalui ranah komunikasi. Keadilan restoratif berarti bahwa hukum harus adil dan tidak memihak, sehingga bersifat seimbang kepada siapapun yang berbuat salah.
Gambar 2. Prinsip dan syarat formil untuk mencapai keadilan restoratif
Namun demi dicapainya keadilan restoratif seperti yang diamanatkan oleh PERKAPOLRI Nomor 6 Tahun 2019 terdapat sejumlah syarat materiil dan formil, yang salah satunya tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Syarat materiil yang harus dipenuhi meliputi: tidak menimbulkan keresahan di masyarakat, tidak berdampak konflik sosial, adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan untuk melepaskan segala hak penuntutan di depan hukum. Prinsip pembatas syarat materiil ditujukan kepada pihak tergugat dan proses tindak pidana. Untuk pihak tergugat (pelaku) maka tingkat kesalahan pelaku tergolong ke dalam tindakan kesalahan yang tidak berat yaitu kesalahan dalam bentuk kesengajaan, dan pelaku bukan merupakan residivis tindak pidana. Pembatasan syarat materiil keadilan restoratif hanya dapat terwujud pada tingkatan taraf penyelidikan dan penyidikan, namun pada taraf penyidikan sebelum Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dikirim ke Penuntut Umum.
Gambar 3. Prinsip penyelesaian dugaan tindak pidana dengan metode CSI
Untuk mengetahui ada tidaknya dugaan tindak pidana, melalui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 184 dan 185 melalui polisi dan penyidik polisi, wajib untuk melakukan Criminal Science Investigation (CSI) di mana pada prinsip CSI adalah menyelesaikan tindak pidana yang terjadi melalui pendekatan ilmiah, serta urutan dari penyelesaian tersebut adalah melalui proses penyelidikan, penyidikan, pemberkasan, dan pengadilan. Menurut KUHAP Pasal 184 dan 185 terdapat beberapa hal yag berhubungan dengan penyelesaian tindak pidana dengan pendekatan CSI, yaitu melalui: keterangan ahli, keterangan saksi, keterangan saksi ahli, keterangan korban (jika korban masih hidup), dan keterangan tersangka. KUHAP tersebut akan mendorong proses penyelidikan untuk dikumpulkan berbagai keterangan saksi-saksi yang berkaitan dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP), yang kemudian pada proses selanjutnya jika penyidik polisi menemukan dugaan terjadi tindak pidana maka dapat dinaikkan statusnya menjadi penyidikan. Karena sudah masuk ke dalam taraf penyidikan, maka sudah terdapat kenaikan status dari terduga menjadi tersangka, yang kemudian penyidik dapat memutuskan untuk menahan atau tidak tersangka tersebut. Setelah proses penyelidikan dan penyidikan, maka dilakukan proses pemberkasan berkas perkara ke pengadilan lewat Penuntut Umum, dan jika berkas telah dinyatakan lengkap maka tersangka dialihkan ke Kejaksaan untuk kemudian mengikuti proses persidangan.
Syarat formil untuk keadilan restoratif, terdiri dari: ditandatanganinya surat permohonan perdamaian kedua belah pihak (pihak tergugat dan penggugat) secara sukarela tanpa adanya paksaan, surat pernyataan perdamaian (akte dading) dan penyelesaian perselisihan para pihak yang berperkara, diterbitkannya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tambahan pihak yang berperkara setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui prinsip keadilan restoratif, rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui penyelesaian tindak pidana tersebut melalui penyelesaian keadilan restorative, dan pihak tergugat (pelaku) tidak keberatan (secara sukarela) mau membayar segala bentuk pertanggungjawaban (tindak ganti rugi).
PERKAPOLRI Nomor 6 Tahun 2019 baik secara langsung maupun tidak langsung mengajak pihak penggugat dan tergugat untuk saling berkomunikasi mengenai dugaan tindakan pidana yang telah terjadi sehingga dengan adanya komunikasi tersebut diharapkan dapat mencapai kesepakatan penyelesaian masalah melalui prinsip keadilan restoratif sehingga dugaan tindak pidana yang terjadi tidak sampai dibawa ke ranah pengadilan. Namun, prinsip keadilan restoratif tidak dapat dilakukan pada proses tindak pidana sejati yang secara jelas merupakan tindak pidana yang menyebabkan kerugian pada orang lain secara bermakna, seperti kasus pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan yang berujung kematian, dan kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, walaupun pihak korban atau keluarga korban telah menyetujui untuk memaafkan pelaku. Namun secara substansi formal dan materiil hal tersebut tidak dapat dibenarkan dan masuk ke dalam jenis ranah penyelesaian masalah, sehingga penyelesaian tetap dilanjutkan ke dalam penyelesaian sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Penulis : Fery Setiawan, Heribertus Agustinus B Tena
Magister Forensic Study Program, Postgraduate School, Universitas Airlangga Surabaya
Biodata Penulis
Fery Setiawan, drg., M.Si., lahir di Surabaya, 8 Februari 1989. Penulis adalah alumni dari Strata-1 (S1) dan Pendidikan Profesi Dokter Gigi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Surabaya dan Strata-2 (S-2) di Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, jurusan Program Studi Magister Ilmu Forensik dan berada di bawah bimbingan Prof. Dr. Jenny Sunariani, drg., MS., AIFM., PBO serta Dr. H. Ahmad Yudianto, dr., M. Kes., Sp. F(K)., SH di dalam pendidikan S2 selama satu setengah tahun terakhir ini.
Penulis bersama dengan Prof. Dr. Jenny Sunariani, drg., MS., AIFM., PBO telah menerbitkan satu (1) jurnal terindeks Scopus Quartil 3 (Q3) di Indian Journal of Forensic Medicine and Toxicology (IJFMT) dan satu (1) naskah di proseding internasional terindeks Scopus di dalam acara International Conference of Postgraduate Students 3.
Bersama dengan Dr. H. Ahmad Yudianto, dr., Sp. F(K)., M. Kes., SH penulis juga telah beberapa kali menerbitkan jurnal di Indian Journal of forensic Medicine and Toxicology (IJFMT), Majalah Kedokteran Bandung terindeks SINTA 2 yang menunggu proses (awaiting for assignment), Jurnal Technology Biological and Biodiversity (JTBB) terindeks Sinta 1 dan Bali Medical Journal (BMJ) yang juga terindeks Sinta 1.
Saat pandemi COVID-19, penulis juga menulis jurnal di Proseding Internasional terindeks Scopus melalui acara International Conference of Postgraduate Students 4 dengan tema Update Management in COVID-19 terindeks SCOPUS Q4, telah publish 1 naskah yang berisi tentang aspek patogenesis dan transmisi ditinjau dari sisi molekular COVID-19 di Jurnal Kesehatan Lingkungan terindeks SINTA 2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, dan saat ini sedang menunggu satu (1) naskah di acara International Conferences of Pharmateutical and Health Sciences (ICPHS) yang berisi tentang COVID-19.
Pengalaman berorganisasi penulis adalah bergabung dengan anggota Himpunan Mahasiswa Sekolah Pascasarjana (HIMASEPA) Universitas Airlangga periode tahun 2019-2020 dengan menjabat sebagai anggota di bagian pendidikan yang berhubungan dengan publikasi dan penyusunan jurnal.
Penulis dapat dihubungi di Nomor Whatsapp: 0856-0612-2263, Instagram fery8289, Facebook Fery Setiawan, email: ferysetiawanjprime@gmail.com, ID Scopus dan Orcid: 57218142921 dan 0000-0002-1426-2074.
Heribertus Agustinus B Tena, lahir di Kota Kupang, 23 Agustus 1988. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari orang tua tercinta bapak Drs. Arnoldus Tena dan ibu Kadu Karolina.
Pendidikan : Penulis merupakan Anggota Polri Polda Nusa Tenggara Timur pada satuan kerja Bidang Kedokteran dan Kesehatan (BIDDOKKES) Polda Nusa Tenggara Timur, menyelesaikan pendidikan kedinasan pembentukan Brigadir Polisi Tahun 2007 di Sekolah Polisi Negara Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pendidikan formal yang telah ditempuh yakni Diploma III Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kupang Tahun 2013, Diploma IV diselesaikan di Universitas Muhammadiyah Semarang (UNIMUS) Jurusan Teknologi Laboratorium Medik Tahun 2017. Pada tahun 2018, melanjutkan pendidikan ke jenjang Strata-2 (S2) di Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya program studi Ilmu Forensik hingga sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa Strata-2 (S-2) berada di bawah bimbingan Prof. Dr. Jenny Sunariani, drg., MS.,AIFM., PBO serta Dr. H. Ahmad Yudianto, dr., M. Kes., Sp. F(K)., SH. Pengalaman Kerja:
Sebagai Anggota Polri berdinas di Polres Rote Ndao Polda NTT tahun 2007-2010. Satuan Kerja Biddokes Polda NTT tahun 2010 hingga sekarang. Berdinas di Laboratorium Klinik Rumah Sakit Bhayangkara Tk. III Kupang Polda NTT Tahun 2014-2018, Poliklinik Turangga Polda NTT Tahun 2018-2019.
Pengalaman Organisasi: Aktif sebagai Ketua Bidang Hukum & Advokasi Organisasi Dewan Pimpinan Wilayah PATELKI NTT periode 2019-2023. Organisasi Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya Tahun 2019, penulis dilantik menjadi Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat.
Tahun 2020 aktif dalam kegiatan sosial menjadi Relawan Penanggulangan Covid-19 di RSDC Wisma Atlet Jakarta Pusat pada bulan Maret-Juli 2020. Saat pandemi COVID-19, penulis juga menulis jurnal dan menunggu di publish pada Proseding Internasional terindeks Scopus melalui acara International Conference of Postgraduate Students 4 dengan tema Update Management in COVID-19 terindeks SCOPUS Q4 dan saat ini sedang menunggu satu (1) naskah di acara International Conferences of Pharmateutical and Health Sciences (ICPHS) yang berisi tentang COVID-19. Penulis juga aktif menulis di media cetak berupa opini pada koran lokal Timor Express di Wilayah Nusa Tenggara Timur yang menyangkut keilmuan studi Ilmu Forensik seperti “Implementasi Ilmu Digital Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Cybercrime”,“Peran Ilmu Forensik Dalam Proses Penegakan Hukum”, Peran Ilmu Ondotologi Forensik Sebagai Sarana Penentuan Identitas Individual” dan “Analisis Bercak Darah (Blood Spatter) dan Cairan Tubuh Dalam Dunia Forensik”.
Penulis dapat dihubungi di e-mail: herybertus88@yahoo.co.id, FB: Hery Nts, Instagram: Hery_Nts.