JAKARTA — Kejaksaan Agung memperluas penerapan restoratif justice dengan mendirikan 10 Balai Rehabilitasi Adhyaksa. Balai rehabilitasi tersebut, didirikan khusus untuk para pelaku, yang disebut sebagai korban dari penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropica, dan zat adiktif lainnya (napza).
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, dengan berdirinya balai rehabilitasi napza tersebut, diharapkan tak ada lagi penututan untuk penerapan hukuman badan terhadap para pengguna barang haram tersebut
“Hal yang paling penting bagi para pecandu narkoba ini adalah, memanusiakannya sebagai korban. Di mana pelaksanaannya, melibatkan tenaga medis untuk penyembuhan, dan memonitor fisik, maupun jiwa penggunanya,” begitu kata Burhanuddin, dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Ahad (3/7).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan RI Mohammad Mahfud MD (Menko Polhukam) meresmikan 10 Balai Rehabilitasi Napza Adhyaksa. Acara peresmian ini berlangsung di Jalan Gunung Puntang, Desa Cimaung, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/7/2022).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mohammad Mahfud MD mengapresiasi pembentukan Balai Rehabilitasi Adhyaksa oleh Kejaksaan RI. Balai tersebut nantinya menjadi sarana rehabilitasi bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.
“Saya ingin menggarisbawahi bahwa pembentukan Balai Rehabilitasi Adhyaksa sebagai penerapan keadilan restoratif, yang tidak hanya diatur dalam tataran normatif dan konseptual belaka, namun juga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara langsung,” kata Mahfud MD
Adapun 10 Balai Rehabilitasi Adhyaksa yang diresmikan secara serentak oleh Menko Polhukam terdapat di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Kejati Kepulauan Riau, Kejati Bangka Belitung dan Kejati Banten.
Kemudian, juga ada di Kejati Jawa Barat, Kejati D.I. Yogyakarta, Kejati Jawa Timur, Kejati Kalimantan Barat, Kejati Kalimantan Tengah, Kejati Sulawesi Tengah, dan Kejati Sulawesi Selatan.
“Saya berharap balai rehabilitasi ini didukung oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia sebagai upaya implementasi dan menjadi sumbangsih bagi pengguna dan penyalahgunaan korban Napza,” ujar Menko Polhukam.
Menko Polhukam menyampaikan, bahwa Kejaksaan RI telah melakukan langkah strategis mendorong penerapan keadilan restoratif pada tindak pidana narkotika dengan menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis.
Rehabilitasi yang dimaksud, kata dia, bertujuan untuk memulihkan penyalahguna narkotika. Harapannya setelah selesai menjalani rehabilitasi, penyalahguna dapat pulih dari ketergantungan terhadap narkotika, pulih secara fisik, mental dan dapat diterima kembali di lingkungan sosialnya.
Menko Polhukam juga menjelaskan, berdasarkan data dari Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM per Juni 2022, penghuni di Lapas dan Rutan di Indonesia mencapai 278.487 orang. Dimana kapasitas lapas dan rutan di Indonesia hanya dapat menampung 132.107 orang.
Dengan kata lain, terdapat tingkat kepadatan hunian lapas dan rutan mencapai 211 persen dari kapasitas yang seharusnya. Sementara itu, terpidana narkotika menjadi penyumbang terbesar penghuni lapas dan rutan yaitu 138.501 orang tahanan/narapidana atau sebesar 49,7 persen.
“Fenomena overcapacity tersebut menyebabkan fungsi pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan menjadi tidak optimal dan secara tidak langsung berdampak pada tidak berimbangnya jumlah petugas/tenaga keamanan di Lapas dengan jumlah penghuni Lapas,” kata dia.
Hal tersebut, dinilainya dapat berdampak terhadap timbulnya berbagai permasalahan yang terjadi di Lapas. Antara lain, kerusuhan yang memakan korban jiwa, kebakaran Lapas, dan tingginya biaya untuk penyediaan sarana prasana dan layanan bagi warga binaan pemasyarakatan.
“Serta lahirnya tindak pidana baru seperti peredaran narkotika yang dikendalikan oleh narapidana dari dalam lapas dan rutan,” lanjut Menko Polhukam.
Dalam peresmian itu, Jaksa Agung Burhanuddin melakukan dialog interaktif secara virtual dengan Kejati Sulawesi Selatan, Kejati Aceh, dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Dalam dialognya itu, Jaksa Agung menyampaikan, bahwa hal yang paling terpenting adalah memanusiakan korban dan pengguna Napza. Dimana dalam pelaksanaannya, melibatkan tenaga medis untuk memonitor kesehatan fisik dan jiwa pengguna.
“Sehingga mereka yang menjadi korban tidak ada stigma negatif di masyarakat dan ke depan agar dilakukan kerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan para ulama sehingga secara spiritual dapat disembuhkan. Kita bersama punya tanggung jawab dan bagi mereka yang mengedarkan dan menjual, tidak ada tempat dan harus tindakan tegas serta hukuman seberat-beratnya,” ujar Jaksa Agung.
Burhanuddin menegaskan, Balai Rehabilitasi Adhyaksa, memang dikhususkan untuk misi penyelamatan para pecandu narkoba dari ketergangtungan. Selama ini penjeratan hukuman badan, maupun pemenjaraan, tak ampuh untuk menanggulangi, maupun menurunkan angka pengguna narkotika, dan barang-barang haram serupa di Indonesia.
Sebab itu, dikatakan dia, perlu terobosan positif untuk mengubah pola penjeraan, dengan cara medis, maupun penguatan psikologis, dan spritual lewat peran pusat, maupun balai-balai rehabilitasi.
“Sehingga mereka yang menjadi korban, tidak merasa sendirian, dan mendapat stigma negatif di masyarakat. Ke depan, agar Balai Rehabilitasi Adhyaksa ini, bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK), dan para ulama, dan tokoh agama, sehingga mendapatkan dorongan psikologis, dan spritual untuk bisa disembuhkan,” uajr Burhanuddin. Meskipun begitu, dikatakan dia, Kejaksaan, harus tetap tegas terhadap rantai utama pelaku peredaran norkotika. “Dan bagi mereka yang mengedarkan, dan menjual, tetap tidak ada tempat, dan harus tetap ditindak tegas dengan hukuman yang seberat-beratnya,” kata Burhanuddin.
Kelebihan kapasitas penjara-penjara di Indonesia itu, pun dikatakan Mahfud menjadi bom waktu sendiri bagi penegakan hukum. Karena, akan berdampak pada permasalahan lain dari lahirnya tindak pidana baru di dalam lapas, berupa kerusuhan, maupun berselisihan antar penghuni lapas, yang tak jarang berujung, dan memakan korban jiwa. Bahkan terkait kejahatan narkotika, tak jarang, para pecandu narkotika yang dijebloskan ke penjara, melakukan tindak pidana lanjutan, berupa peredaran narkoba, pun terlibat dalam jaringan pengedar dari dalam ke luar penjara.
Sebab itu, kata Mahfud, melalui pendirian Balai Rehabilitasi Adhyaksa, dapat memberikan jalan jitu, untuk mengalihkan penjeraan para pecandu narkoba, dari pemenjaraan ke penyelamatan medis. “Kejaksaan Agung, sudah memulai tonggak bersejarah dengan penerapan keadilan restoratif, yang tidak hanya diatur dalam tataran normatif, dan konsep belaka. Namun, juga bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat secara langsung,” ujar Mahfud. “Kita semua berharap, Balai Rehabilitasi Adhyaksa ini didukung oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia, sebagai usaha bersama, dan implementasi, sumbangsih bersama untuk menyelamatkan generasi muda korban penyalahgunaan napza,” sambung Mahfud.